Seperti yang saya wawancara, janda ditinggal wafat suami dengan 7 orang anak, menjadi buruh cuci dengan gaji 300-400 perbukan, Yakult m...
Seperti yang saya wawancara, janda ditinggal wafat suami dengan 7 orang anak, menjadi buruh cuci dengan gaji 300-400 perbukan, Yakult membantu meningkatkan taraf hidupnya dengan kompensasi penjualan hingga 10 kali lipat dari gaji cuci yang dia dapatkan
Sudah lama saya merasa kagum pada ibu-ibu yang hilir mudik membawa kotak Yakult saban hari, mereka dor to dor, dari rumah kerumah dari kantor ke kantor mengenalkan dan menawarkan Yakult, minuman kesehatan asal Jepang. Dan oleh perusahaannya, ibu-ibu ini disebut Yakult Lady.
Untuk mengetahui rahasia dibalik kesuksesan Toyota, Aple, Zapos, Amazon, Paypal, Tom's saya bisa baca melalui buku, tapi untuk mengetahui rahasia kesuksesan Yakult sepertinya saya memang harus borong Yakult dan ngajak makan Yakult Lady. Modal gitu loh :p .
[post_ads_2]
Yakult merekrut ibu-ibu rumah tangga untuk menjadi garda depan produk mereka. Dari puluhan ibu yang mendaftar, perusahaan menyaring 1-4 orang saja. Berdasarkan atitude, komitmen, kesungguhan dan kemampuan menghafal visi perusahaan, moto dan produk knowledge.
Hasilnya memang luar biasa, ibu-ibu yang ditarget menjual 9300 botol perbulan, dan ada 5448 Yakult Lady di Indonesia, dengan harga 1600 perbotol, maka ibu-ibu ini menyumbang pendapatan perusahaan lebih dari 78 M (Rp. 78.026.256.000). Kontribusi Yakult Lady ini faktanya bisa beberapa atau bahkan puluhan kali lipat dari angka itu, karena perbulan ada Yakult Lady yang mampu menjual 30.000 botol lebih.
Angka 78 M memang "kecil" dibanding pendapatan total perusahaan tiap bulan yaitu kisaran 7 T (Rp. 7000.000.000.000). Namun peran mereka tidak bisa diremehkan, sebab merekalah yang mengedukasi masyarakat, seperti lagunya yang sering diputar di TV-TV sejak kita masih SD dahulu "Sayangi ususmu minum Yakult tiap hari".
Setelah di edukasi dan kemudian masyarakat merasakan manfaatnya, masyarakat bisa membeli di toko manapun, di minimarket ataupun di supermarket, bahkan di toko kelontong tradisional baik grosir maupun retail.
Nah dari kantong-kantong inilah angka 7 T menjadi rasional; setelah teredukasi, perusahaan menyediakan Yakult diberbagai gerai penjualan. Ini yang pertama. Alasan kedua 7T menjadi masuk akal adalah produk ini tidak mempunyai kompetitor. Dulu sempat ada produk baru yaitu VitaCharm, tapi tidak bertahan lama akhirnya gulung tikar. Yakult menjadi pemain tunggal, ia memonopoli.
Yang menarik perusahaan asal Jepang ini juga bertahan pada penjualan produk tunggal, tidak seperti Coca-Cola yang masuk ke berbagai produk dan aneka segmen pasar minuman, sebut saja Sprit, Fanta, Addes, aneka jus, pulpy Oranye dll, hingga ratusan jenis produk. Yakul memilih konsisten, baik jenis produk, pengemasan maupun strategi penjualan.
Agaknya Yakult lebih menjaga monopoli pasar dengan mempeluas pasar, memperlebar market share dan captive marketnya. Hasilnya memang fantastis. Perusahaan tetap ramping namun demikian pendapatan terus menggemuk. Produk ini dipasarkan di 35 negara dikonsumsi 40 juta botol perhari. Fantastis bukan.
Mereka juga sangat menghargai Yakult Lady, dan memanjakannya dengan gaji harian, bulanan dan tahunan. Yakult Lady selain brifing dan mengambil produk dari kantor semua waktunya dihabiskan diluar ruangan, jangan berharap bertemu dengan Yakult Lady dengan kulit bersih mengkilat, namun demikian mereka diganjar gaji 1 hingga 7 kali UMK, tergantung kemampuan mereka menjual produk.
Produk dari perusahaan jepang ini mampu mensejahterakan ribuan ibu tangguh yang ingin meningkatkan taraf hidup keluarga, membantu suami mencari nafkah atau ibu singel yang membiayai banyak anak.
Seperti yang saya wawancara, janda ditinggal wafat suami dengan 7 orang anak, menjadi buruh cuci dengan gaji 300-400 perbukan, Yakult membantu meningkatkan taraf hidupnya dengan kompensasi penjualan hingga 10 kali lipat dari gaji cuci yang dia dapatkan.
Jadi seperti yang saya tulis sebelumnya, tidak penting apa produk yang kita jual, atau profesi yang kita jalani, atau tanaman yang kita tanam, atau pekerjaan yang kita jalani tapi yang penting adalah bagaimana kita melakukannya dengan cara terbaik dengan terus menerus memperbaikinya. Produsen, petani, peternak, penjual, praktisi, guru dosen, pejabat, birokrat semua meningkatkan kompetensinya masing-masing
Penulis : Ahmad Tsauri (Santri dan Pengusaha di Pekalongan)
KOMENTAR